Media sosial kini tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga ruang utama bagi
Generasi Z dalam mengekspresikan diri dan membangun identitas digital. Fenomena ini
menimbulkan permasalahan tentang bagaimana mereka merepresentasikan diri: apakah
murni ekspresi autentik atau justru konstruksi citra yang sengaja dirancang untuk
mendapatkan pengakuan sosial dari audiens.
Penelitian ini berfokus pada representasi Generasi Z melalui akun Instagram
@ratualfauziah dan TikTok @wildanevandonuhgz. Analisis dilakukan dengan
menggunakan teori dramaturgi Erving Goffman, yang membedakan panggung depan
(frontstage) dan panggung belakang (backstage), serta teori identitas sosial Henri Tajfel
dan John Turner. Kedua teori ini membantu menjelaskan bagaimana Generasi Z mengelola
kesan dan membentuk identitas sosial di ruang digital.
Metode penelitian yang digunakan adalah netnografi, melalui observasi konten
serta wawancara mendalam dengan pemilik akun. Fokus analisis diarahkan pada unggahan
foto, caption, gaya berpakaian, hingga interaksi dengan pengikut, untuk melihat strategi
komunikasi yang mereka gunakan dalam membentuk personal branding dan citra diri di
media sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi diri Generasi Z bukanlah sesuatu
yang spontan, melainkan hasil dari proses pengelolaan kesan yang terencana. Baik Ratu
Alfauziah maupun Wildan Evandono menampilkan sisi “frontstage” yang ideal untuk
membangun citra publik, sementara sisi “backstage” muncul dalam interaksi yang lebih
spontan melalui fitur seperti story dan live.
Dengan demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa identitas digital Generasi Z
terbentuk melalui strategi representasi yang kompleks, di mana media sosial berfungsi
sebagai panggung utama untuk memperkuat citra diri sekaligus memperoleh validasi sosial