Fenomena praktik parkir liar di kawasan Stasiun Bekasi menjadi persoalan serius
yang tidak hanya berdampak pada ketertiban lalu lintas, tetapi juga menimbulkan
kerugian ekonomi serta menurunkan citra pelayanan publik di ruang transportasi
strategis. Keberadaan para juru parkir tanpa izin yang menguasai area tertentu
menandakan lemahnya pengawasan serta tantangan dalam implementasi kebijakan
daerah. Kondisi ini menimbulkan kebutuhan akan analisis mendalam mengenai
sejauh mana sistem hukum mampu berfungsi sebagai instrumen penataan serta
pengendalian aktivitas masyarakat di ruang publik. Untuk menjawab persoalan
tersebut, dilakukan kajian dengan pendekatan normatif-empiris yang memadukan
studi literatur dan observasi lapangan pada lingkungan Stasiun Bekasi. Melalui
kombinasi data sekunder berupa peraturan daerah dan dokumen resmi dengan data
primer dari hasil wawancara serta kuesioner, diperoleh gambaran menyeluruh
mengenai interaksi antara aturan formal dan praktik faktual yang berlangsung.
Temuan menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antara regulasi dan
penerapannya di lapangan. Meski aturan secara jelas mengatur mekanisme
perparkiran, keterbatasan pengawasan, minimnya kesadaran hukum, dan adanya
faktor sosial-ekonomi masyarakat menyebabkan praktik parkir liar tetap marak.
Penegakan yang dilakukan cenderung bersifat parsial sehingga tidak menimbulkan
efek jera. Dengan demikian, terlihat bahwa efektivitas hukum dalam kasus ini
belum optimal, dan memerlukan strategi yang lebih komprehensif, baik melalui
penegakan yang konsisten, pemberdayaan masyarakat, maupun perbaikan
manajemen perparkiran agar tercapai ketertiban dan kepastian hukum yang
diharapkan.