Penelitian ini membahas kudeta militer yang terjadi di Myanmar pada 1 Februari
2021, kudeta yang telah memicu krisis politik dan kemanusiaan yang serius di
kawasan Asia Tenggara. Negara-negara ASEAN menghadapi tantangan besar
dalam merespons tindakan junta militer yang menggulingkan pemerintahan sipil.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tekanan yang diberikan oleh negaranegara ASEAN terhadap junta militer Myanmar pasca kudeta, baik melalui
mekanisme diplomasi, sanksi ekonomi, maupun tekanan politik. negeri suatu
negara tidak dapat diintervensi oleh negara lain meskipun negara-negar tersebut
menyuarakan norma internasional seperti demokrasi dan hak asasi manusia yang
disuarakan oleh Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina terhadap Myanmar.
penulis menggunakan konstruktivisme dan menggunakan konsep dari kepentingan
nasional dan kudeta. Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif,
penelitian yang menghasilkan metode analisis yang tidak menggunakan metode
analisis statistik atau metode kuantitatif lainnya. Meskipun terdapat tekanan dari
ASEAN dan komunitas internasional, junta militer Myanmar masih bertahan dan
melanjutkan tindakan represif terhadap oposisi. Studi ini menyimpulkan bahwa
efektivitas tekanan ASEAN sangat bergantung pada kesepakatan kolektif
anggotanya serta kerja sama dengan aktor-aktor global lainnya. Oleh karena itu,
diperlukan langkah-langkah lebih lanjut yang lebih tegas dan terkoordinasi untuk
mencapai solusi yang berkelanjutan di Myanmar.