Penelitian ini menganalisis penyakit ikan pada produk perikanan impor
beku yang masuk melalui Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
(BBKHIT) Tanjung Priok, Jakarta Utara, dengan tujuan mengidentifikasi jenis
bakteri dan virus yang terdeteksi serta menentukan prevalensi patogen dengan
kasus tertinggi. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif
menggunakan data hasil uji laboratorium periode Juli 2024 – Juli 2025. Data
dikumpulkan melalui studi dokumentasi dan wawancara dengan pejabat karantina,
kemudian dianalisis menggunakan statistik inferensial untuk memperoleh frekuensi
dan persentase penyakit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit dengan prevalensi tertinggi
adalah Megalocytivirus (20,70%), diikuti oleh Viral Hemorrhagic Septicemia
Virus/VHSV (17,70%) dan White Spot Syndrome Virus/WSSV (17,40%), yang
secara kumulatif menyumbang lebih dari 55% kasus. Patogen lain yang terdeteksi
meliputi Aeromonas salmonicida (15,40%), Edwardsiella ictaluri, Aphanomyces
invadans, Koi Herpes Virus (KHV), Viral Nervous Necrosis (VNN), serta
Infectious Hematopoietic Necrosis Virus (IHNV). Produk perikanan impor
didominasi oleh Frozen Pacific Mackerel (65%), sementara negara asal impor
terbanyak adalah Cina (60%), diikuti Seychelles, Chile, Vietnam, dan Jepang.
Temuan ini menegaskan bahwa produk perikanan impor berpotensi besar
sebagai pembawa Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) yang dapat mengancam
keberlanjutan sumber daya perikanan nasional serta keamanan pangan. Oleh karena
itu, diperlukan penguatan tindakan karantina, penerapan biosekuriti, serta
pengawasan laboratorium yang lebih ketat untuk mencegah introduksi penyakit
baru ke wilayah perairan Indonesia.